Kamis, 26 Mei 2011

Kenapa Tikus Shio Nomor Satu???


Dalam penanggalan China, kita mengenal ada 12 shio yang diwakili dalam 12 binatang. Setiap shio memiliki pengaruh perwatakan yang berbeda. Kali ini yang dibahas bukanlah ramalan shio tersebut tetapi mengapa hanya 12 binatang tersebut yang menjadi simbol shio? Ternyata terdapat legenda di dalamnya, ini dia ceritanya

Kaisar Kumala (Giok) atau Kaisar Langit, mengadakan suatu kontes yang diadakan bertepatan dengan ulang tahun Kaisar Langit. Kontes yang diadakan adalah dalam bentuk lomba dengan pemenang ditentukan hanya 12 ekor. Pemenang akan mendapatkan tempat yang abadi sebagai nama-nama tahun Cina, dan untuk bisa menang, mereka harus mampu melewati aliran arus sungai yang kuat dan mencapai titik tertentu di seberang sungai yang ada.
Kita semua tahu mengenai kebencian antara kucing dan tikus, tapi tidak selamanya kedua hewan itu saling benci, bahkan dulunya kedua hewan ini sangatlah akrab. Mereka memang akrab, tapi keduanya tidak pandai berenang, walaupun tidak pandai berenang, mereka berdua sangat pintar. Mereka berpikir bagaimana caranya biar sampai ke seberang, akhirnya mereka menyeberang dengan cara naik diatas punggung kerbau. 

Kerbau yang polos dan memang baik hati, mau menyeberangkan kedua hewan itu. Tapi karena ada godaan yang besar sekali, tikus mulai tergoda dan berusaha mencapai tujuan secepat mungkin, dan harus menang sendiri, maka tikus mendorong temennya, kucing, jatuh ke air. Oleh karena itu, sampai sekarang kucing sangat marah dan tidak akan bisa memaafkan tikus, dan sampai sekarang pula, kucing benci dengan air. Setelah si kerbau melintasi sungai, tikus melompat dan mencapai seberang sungai sehingga memenangkan tempat pertama di perlombaan Kaisar Langit.

Setelah tikus yang memenangkan, tentunya kerbau yang kuat dan gagah datang dan memenangkan tempat kedua. Setelah kerbau, singa datang dan memenangkan tempat ketiga dengan terengah2. Macan menerangkan kepada Kaisar Langit bagaimana susahnya ia menyeberangi sungai dengan arus yang terus2an mendorongnya. Tapi akhirnya dengan kekuatannya yang luar biasa, macan dapat mencapai seberang sungai dan memenangkan posisi ketiga dalam urutan bintang.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara dan muncullah kelinci. Kelinci menjelaskan bagaimana dia dapat menyeberangi sungai: dengan melompat dari satu ke batu. Ditengah sungai, ia jatuh dan hampir gagal untuk menyelesaikan lomba, tapi ia berhasil berpegangan pada kayu yang akhirnya membantu dia mencapai seberang sungai. untuk itu kelinci dinobatkan sebagai rasi keempat dari 12 rasi.

Di tempat kelima, naga yang penuh kekuatan datang, terbang di langit dan menyemburkan api. Kaisar langit sangat terpana, bagaimana mungkin naga yang bisa terbang malah harus sampai di tempat kelima.Naga menjelaskan bahwa di tengah lomba dia tertahan, karena ia membantu menurunkan hujan, sehingga tertahan, ketika mendekati akhir lomba, ia melihat seekor kelinci yang berpegangan pada kayu dan tampak putus asa, oleh karena itu ia membantu dengan mendorong sang kelinci ke tepian sungai dengan hembusan napasnya. Kaisar langit sangat puas, dan oleh sebab itu Kaisar langit menambahkan naga sebagai hewan ke lima dalam urutan Shio.

Mendadak seekor kuda datang dengan berderap kencang, dengan seekor ular melilit kakinya. Tampaknya kuda yang takut kepada ular harus mundur sejenak, sehingga ular mendapat tempat keenam dan kuda berada di tempat ketujuh dalam urutan shio.

Tidak lama kemudian, kambing, monyet dan ayam pun berhasil mendarat di seberang sungai. Ketiga hewan tersebut saling tolong sehingga dapat mencapai sisi sungai. Ayam melihat adanya rakit, dan mengajak kambing dan monyet untuk menyeberang bersama. Kambing dan Monyet membatnu mendayung sehingga rakit yang ada mencapai tepian. Karena usaha bersama mereka pula, akhirnya Kaisar Langit puas dan menambahkan Kambing sebagai shio (rasi) ke 8, monyet ke 9, dan ayam sebagai yang ke 10.

Hewan ke 11 adalah anjing. Walaupun anjing adalah perenang terbaik dari kedua belas hewan lainnya, dia merasa sangat butuh mandi, karena perjalanan yang panjang, dan air yang mengalir di sungai itu sangat bening dan membuat nya merasa tergoda. Karena itulah, dia hampir gagal.


Ketika Kaisar Langit hampir memutuskan untuk tidak menunggu lebih lama lagi, terdengar dengking si babi. Babi disebut malas, karena ditengah2 lomba, tiba2 ia merasa lapar dan berhenti untuk makan, dan karena kenyang, ia tertidur pulas, dan akhirnya sangat hampir terlambat untuk bisa menyelesaikan lomba, walaupun akhirnya ia mendapat tempat ke 12 dalam siklus shio yang ada.
 

Versi yang agak berbeda

Alkisah, pada jaman dahulu kala, hiduplah Dewa di puncak gunung yang berada di tengah pegunungan. Hari itu adalah 30 Desember, sehari sebelum tahun baru. Sang Dewa menulis surat kepada binatang-binatang seluruh negeri. Dewa yang telah selesai menulis surat-surat itu lalu meniupnya dari jendela. Surat-surat itu diterbangkan oleh angin, ke gunung, sungai, lembah, dan hutan, ke segenap penjuru. 

Keesokan harinya, tanggal 31 pagi, para binatang menerima surat itu. 

Isinya seperti ini: “Pada pagi hari di Tahun Baru, saya akan memilih binatang yang paling cepat datang kemari, dari nomor satu sampai nomor dua belas. Lalu setiap tahun saya akan mengangkat satu-persatu sebagai jenderal berdasarkan urutan. Tertanda, Dewa”.

Para binatang menjadi bersemangat. 

“Wah, kalau begitu, aku harus menjadi jenderal!”

 Tetapi, ada seekor binatang yang tidak membaca surat ini, yaitu seekor kucing yang suka bersantai. Kucing mendengar tentang surat Sang Dewa ini dari tikus. Tikus yang licik berkata bahwa mereka harus berkumpul ke tempat Dewa pada tanggal 2 pagi, padahal seharusnya tanggal 1  pagi. 

“Oh Tikus, terima kasih atas kebaikan hatimu”, kata mereka. 

 Semua binatang bersemangat sambil memikirkan tentang kemenangan. Baik, besok pagi-pagi ya. Aku akan tidur cepat malam ini. Semua binatang tidur cepat. Tetapi, hanya sapi yang berpikir, Jalanku lambat, jadi aku akan berangkat malam ini.Maka berangkatlah sapi sebelum matahari terbenam. Tikus yang melihatnya lantas meloncat menaiki punggung sapi. Betapa menyenangkan! Sapi yang tidak menyadarinya terus berjalan dengan lambat. Mungkin aku jadi nomor satu. Moooo!

Keesokan harinya, para binatang berangkat sekaligus saat hari masih gelap. Anjing, monyet, harimau, ular, kelinci, ayam, domba, juga kuda, semuanya berlari menuju tempat tinggal Sang Dewa. Akhirnya matahari tahun baru mulai terbit. Yang muncul membelakangi matahari itu, pertama-tama adalah sapi. Oh, bukan! Itu adalah tikus! Tikus melompat turun dari punggung sapi, lantas melompat ke hadapan Sang Dewa dengan cepat. 

“Dewa, Selamat Tahun Baru!”

“Oh, selamat! Selamat!”, sahut Dewa

 Sapi merasa sangat kecewa. Mengapa? Moooo! Sapi menangis. Lalu berturut-turut datanglah harimau, kelinci dan naga. Binatang-binatang lainnya tiba susul-menyusul.

Akhirnya, tibalah waktu pengumuman urutan pemenang oleh Sang Dewa. 

“Saudara-saudara sekalian, selamat datang. Sekarang saya akan mengumumkan hasilnya. Nomor satu tikus”.

 Dilanjutkan dengan sapi, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, ayam, anjing, dan babi hutan. Dengan demikian, telah ditetapkan 4 pemenang nomor satu sampai nomor dua belas! 12 ekor binatang yang terpilih ini disebut 12 Shio Binatang. Kedua belas shio binatang itu mulai berpesta pora dengan minuman keras sambil mengelilingi Sang Dewa. Mari minum! Naga dan harimau juga bersuka ria. Kelinci dan tikus juga bekata, Mari minum! Saat itu kucing datang berlari-lari dengan wajah yang marah dan menakutkan. Tikus!!! Kenapa kamu menipuku! MEONG!!! Aku akan menangkap dan memakanmu. Sini!!!Tikus berlari terbirit-birit. Kucing berputar-putar mengejarnya. Pesta itu amat ramai. Sejak saat itu, mulailah era 12 shio binatang. Mulai dari tahun tikus, lalu sapi, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, ayam, anjing, dan babi hutan. Kucing yang tidak termasuk dalam 12 shio binatang karena ditipu tikus, sampai sekarang pun masih berputar-putar mengejar tikus. Ia masih marah akan tipuan tikus.

Read more »

Rabu, 25 Mei 2011

Syaikh-syaikh Naqsyabandiyah

 
Tarekat ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al-Uwaisi al Bukhari Naqsyabandi Q.S. (Mursyid yang berada pada silsilah ke-15 dalam Tarekat Naqsyabandiyah). Pada sumber lain nama beliau ditulis Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad Al-Husayni Al-Uwaysi Al-Bukhari sementara ada pula yang menyebutnya dengan nama Bahauddin Shah Naqsyabandi.  Beliau lahir di Qashrul ‘Arifan, sebuah desa di kawasan Bukhara, Asia Tengah (Uzbekistan), pada Muharram tahun 717 H, atau tahun 1318 Masehi. Nasabnya bersambung kepada Rasulullah SAW melalui Sayyidina Al-Husain RA.

Semua keturunan Al-Husain di Asia Tengah dan anak benua India lazim diberi gelar shah, sedangkan keturunan Al-Hasan biasa dikenal dengan gelar zadah dari kata bahasa Arab sa’adah (bentuk jamak dari kata sayyid), sesuai dengan sabda Rasulullah SAW tentang Al-Hasan RA, "Sesungguhnya anakku ini adalah seorang sayyid."
Shah Naqsyabandi diberi gelar Bahauddin karena berhasil menonjolkan sikap beragama yang lurus, tetapi tidak kering. Sikap beragama yang benar, tetapi penuh penghayatan yang indah.

Pada masanya, tradisi keagamaan Islam di Asia Tengah berada di bawah bimbingan para guru besar sufi yang dikenal sebagai khwajakan (bentuk jamak dari ‘khwaja’ atau ‘khoja’, yang dalam Persia berarti para kiai agung/mahaguru). Mahaguru tersohor pada masa itu adalah Syaikh Muhammad Baba As Sammasi Q.S. (yang berada pada silsilah ke 13).

Ketika Shah Naqsyabandi lahir, Khoja Baba Sammasi melihat cahaya menyemburat dari arah Qashrul ‘Arifan, yaitu saat beliau mengunjungi desa sebelahnya. Menurut riwayat lain, tanda-tanda aneh yang muncul sebelum kelahiran Shah Naqsyabandi, berupa bau harum semerbak ke penjuru desa kelahirannya. Bau harum itu tercium ketika rombongan Khoja Baba Sammasi, bersama pengikutnya melewati desa tersebut. Ketika itu Khoja Baba Sammasi berkata, "Bau harum yang kita cium sekarang ini datang dari seorang laki-laki yang akan lahir di desa ini." Sekitar tiga hari sebelum Shah Naqsyabandi lahir, wali besar ini kembali menegaskan bahwa bau harum itu semakin semerbak.
Setelah Shah Naqsyabandi lahir, dia segera dibawa oleh ayahnya kepada Khoja Baba Sammasi di daerah Sammas (sekitar 4 km dari Bukhara). Khoja Baba Sammasi menerimanya dengan gembira dan berkata, "Ini adalah anakku, dan menjadi saksilah kamu bahwa aku menerimanya."

Sumber lain meriwayatkan, setelah 18 tahun Shah Naqsyabandi lahir, Khoja Baba Sammasi memanggil kakek Bahauddin agar membawanya kehadapan dirinya dan langsung dibai’at. Beliau lalu mengangkat Bahauddin sebagai putranya.

Sebelum meninggal dunia, Khoja Baba Sammasi memberi wasiat kepada penerusnya, Syaikh As Sayyid Amir Kulal Q.S. (silsilah ke 14), agar mendidik Shah Naqsyabandi meniti suluk sufi sampai ke puncaknya seraya menegaskan, "Semua ilmu dan pencerahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu kalau kamu lalai melaksanakan wasiat ini!"

Tarekat ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al-Uwaisi al Bukhari Naqsyabandi Q.S. (Mursyid yang berada pada silsilah ke-15 dalam Tarekat Naqsyabandiyah).  Pada sumber lain nama beliau ditulis Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad Al-Husayni Al-Uwaysi Al-Bukhari sementara ada pula yang menyebutnya dengan nama Bahauddin Shah Naqsyabandi.  Beliau lahir di Qashrul ‘Arifan, sebuah desa di kawasan Bukhara, Asia Tengah (Uzbekistan), pada Muharram tahun 717 H, atau tahun 1318 Masehi. Nasabnya bersambung kepada Rasulullah SAW melalui Sayyidina Al-Husain RA.

Semua keturunan Al-Husain di Asia Tengah dan anak benua India lazim diberi gelar shah, sedangkan keturunan Al-Hasan biasa dikenal dengan gelar zadah dari kata bahasa Arab sa’adah (bentuk jamak dari kata sayyid), sesuai dengan sabda Rasulullah SAW tentang Al-Hasan RA, "Sesungguhnya anakku ini adalah seorang sayyid."

Shah Naqsyabandi diberi gelar Bahauddin karena berhasil menonjolkan sikap beragama yang lurus, tetapi tidak kering. Sikap beragama yang benar, tetapi penuh penghayatan yang indah.

Pada masanya, tradisi keagamaan Islam di Asia Tengah berada di bawah bimbingan para guru besar sufi yang dikenal sebagai khwajakan (bentuk jamak dari ‘khwaja’ atau ‘khoja’, yang dalam Persia berarti para kiai agung/mahaguru). Mahaguru tersohor pada masa itu adalah Syaikh Muhammad Baba As Sammasi Q.S. (yang berada pada silsilah ke 13).

Ketika Shah Naqsyabandi lahir, Khoja Baba Sammasi melihat cahaya menyemburat dari arah Qashrul ‘Arifan, yaitu saat beliau mengunjungi desa sebelahnya. Menurut riwayat lain, tanda-tanda aneh yang muncul sebelum kelahiran Shah Naqsyabandi, berupa bau harum semerbak ke penjuru desa kelahirannya. Bau harum itu tercium ketika rombongan Khoja Baba Sammasi, bersama pengikutnya melewati desa tersebut. Ketika itu Khoja Baba Sammasi berkata, "Bau harum yang kita cium sekarang ini datang dari seorang laki-laki yang akan lahir di desa ini." Sekitar tiga hari sebelum Shah Naqsyabandi lahir, wali besar ini kembali menegaskan bahwa bau harum itu semakin semerbak.

Setelah Shah Naqsyabandi lahir, dia segera dibawa oleh ayahnya kepada Khoja Baba Sammasi di daerah Sammas (sekitar 4 km dari Bukhara). Khoja Baba Sammasi menerimanya dengan gembira dan berkata, "Ini adalah anakku, dan menjadi saksilah kamu bahwa aku menerimanya."

Sumber lain meriwayatkan, setelah 18 tahun Shah Naqsyabandi lahir, Khoja Baba Sammasi memanggil kakek Bahauddin agar membawanya kehadapan dirinya dan langsung dibai’at. Beliau lalu mengangkat Bahauddin sebagai putranya.

Sebelum meninggal dunia, Khoja Baba Sammasi memberi wasiat kepada penerusnya, Syaikh As Sayyid Amir Kulal Q.S. (silsilah ke 14), agar mendidik Shah Naqsyabandi meniti suluk sufi sampai ke puncaknya seraya menegaskan, "Semua ilmu dan pencerahan spiritual yang telah kuberikan menjadi tidak halal bagimu kalau kamu lalai melaksanakan wasiat ini!"

Meniti Suluk Sufi

Shah Naqsyabandi rajin menuntut ilmu dan dengan senang hati menekuni tasawuf. Beberapa sumber sepakat, beliau belajar tasawuf kepada Khoja Baba Sammasi sejak berusia 18 tahun. Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai gurunya wafat. Sebelum Khoja Baba Sammasi wafat, beliau mengangkat Shah Naqsyabandi sebagai khalifahnya.

Shah Naqsyabandi berangkat ke kediaman Sayyid Amir Kulal di Nasaf dengan membawa bekal dasar yang telah diberikan oleh Khoja Baba Sammasi. Antara lain berupa ajaran, bahwa jalan tasawuf dimulai dengan menjaga kesopanan tindak-tanduk dan perasaan hati agar tidak lancang kepada Allah, Rasulullah, dan Guru.

Shah Naqsyabandi juga percaya bahwa sebuah jalan spiritual hanya bisa mengantarkan tujuan kalau dilalui dengan sikap rendah hati dan penuh konsistensi. Karena itu, melakukan makna eksplisit dari sebuah perintah barangkali harus diundurkan demi menjaga kesantunan.

Inilah yang dilakukan oleh Shah Naqsyabandi ketika dihentikan oleh seorang laki-laki berkuda yang memerintahkan kepada dirinya agar berguru pada orang tersebut. Dengan tegas, tapi sopan, ia menolak seraya menyatakan bahwa ia tahu siapa laki-laki itu. Masalah berguru kepada seorang tokoh adalah persoalan jodoh, meskipun lelaki berkuda tadi sangat mumpuni, ia tidak berjodoh dengan Shah Naqsyabandi.

Setiba di hadapan Sayyid Amir Kulal, Shah Naqsyabandi langsung ditanya mengapa menolak perintah lelaki berkuda yang sebenarnya adalah Nabi Khidir AS itu? Beliau menjawab, "Karena, hamba diperintahkan untuk berguru kepada Anda semata!"

Di bawah asuhan Sayyid Amir Kulal, Shah Naqsyabandi mengalami berbagai peristiwa yang mencengangkan. Di antaranya secara rohani mendapat pengajaran dari Syaikh Abdul Khalik Fajduani Q.S. (silsilah ke 9). Sehingga, meskipun Shah Naqsyabandi belajar tasawuf dari Khoja Baba Sammasi, dan tarekat yang diperoleh dari Sayyid Amir Kulal juga berasal dari Khoja Baba Sammasi, namun Tarekat Naqsyabandiyah tidak persis sama dengan Tarekat As Sammasi. Dzikir dalam Tarekat As Sammasi diucapkan dengan suara keras bila dilaksanakan berjamaah, namun bila dilakukan sendiri-sendiri adalah dzikir qalbi. Sedangkan dzikir Tarekat Naqsyabandiyah adalah dzikir qalbi, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri.

Sesungguhnya dzikir qalbi yang dikembangkan oleh Tarekat Naqsyabandiyah ini telah diajarkan oleh Syaikh Abu Yakub Yusuf Al-Hamadani q.s. (silsilah ke 8). Beliau adalah seorang sufi yang hidup sezaman dengan wali akbar Syaikh Abdul Qadir Jaelani Q.S. (470 - 561 H/1077 - 1166 M). Syaikh Al-Hamadani mempunyai dua orang khalifah utama, yaitu, Syaikh Abdul Khalik Fajduani - wafat 1220 M, dan Syaikh Ahmad Al-Yasawi - wafat 1169 M.

Syaikh Abdul Khalik Fajduani inilah yang meneruskan silsilah tarekat ini sampai dengan Syaikh Bahauddin Shah Naqsyabandi. Syaikh Abdul Khalik Fajduani menyebarluaskan ajaran tarekat ini sampai ke daerah Transoxania di Asia Tengah. Adapun dari Syaikh Ahmad Al-Yasawi kemudian muncul dan berkembang Tarekat Yasawiyah di Asia, lalu menyebar ke daerah Turki dan Anatolia - Asia Kecil.

Syaikh Abdul Khalik Fajduani yang tarekatnya disebut Khwajakhan atau Khwajakhaniah, telah menetapkan 8 (delapan) ajaran dasar tarekatnya, yang kemudian ditambah 3 (tiga) ajaran dasar lagi oleh Syaikh Bahauddin Shah Naqsyabandi.

Dalam perjalanan hidupnya, Shah Naqsyabandi pernah bekerja untuk Sultan Khalil, penguasa Samarkand dan memberi andil yang besar dalam membina masyarakat menjadi makmur sehingga pemerintahan Sultan Khalil menjadi terkenal. Setelah Sultan Khalil wafat (1347 M), Shah Naqsyabandi pergi ke Zerwatun (Khurasan) dan hidup sebagai sufi yang zuhud, sambil melakukan amal kebaikan untuk umat manusia dan alam selama 7 tahun. Pencatatan segala amal perbuatannya dilakukan dengan baik oleh salah seorang muridnya yang setia, bernama Saleh bin al-Mubarak. Himpunan catatan tersebut dimuat dalam sebuah karya berjudul, "Maqamaat Sayyidina Syah Naqsyaband."
Read more »